Berdasarkan data dari UNDP, salah satu indikator kualitas SDM adalah Indeks Kualitas Hidup (Human Development Index =HDI) yan ditentukan oleh 3 faktor yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pada tahun 2000, Indonesia berada pada urutan ke 109 dari 174 negara di seluruh dunia. Dikawasan ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke 7 dari 10 negara diatas Kamboja, Laos, Myammar. Di era globalisasi dan pasar bebas AFTA 2003, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu pesyaratan yang ditetapkan dalam hubungan antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh anggota termasuk Indonesia. Beban ini cukup berat dimana dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, pekerja di Indonesia mencapai 100.316.007 dimana 64,63% pekerja laki-laki dan 35,37% pekerja wanita.
Peningkatan ini selain dilihat dari segi positip dengan bertambahnya tenaga produktif, status kesehatan dan gizi pekerja umumnya belum mendapat perhatian yang berakibat akan menurunkan produktivitas kerja dan ongkos produksi menjadi tidak efisien.Pelayanan kesehatan dan gizi yang belum memadai antara lain dapat dilihat bahwa pada pekerja kelas menengah kebawah umumnya menderita kurang gizi seperti Kurang Energi Protein (KEP), anemia serta sering menderita penyakit infeksi. Sedangkan pada pekerja kelas menengah keatas, umumnya terjadi kegemukan atau obesitas. Masalah gizi pada pekerja sebagai akibat langsung yakni kurangnya asupan makanan yang tidak sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaannya.
Jenis pekerjaan tertentu diperlukan diit khusus agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan gizi akibat pekerjaannya dan pengaruh lingkungan kerja.Beberapa penelitian (Husaini dkk) melaporkan bahwa dikalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita anemia, dan hasil studi di Tangerang tahun 1999 menunjukan prevalensi anemia pada pekerja wanita 69%. Pekerja yang menderita anemia dari hasil penelitian produktivitasnya 20% lebih rendah dari pada pekerja yang sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1985) didapatkan 15% pekerja wanita kekurangan energi dan protein yang menyebabkan pekerja menjadi lambat berpikir, lambat bertindak dan cepat lelah.Wanita yang bekerja sesungguhnya adalah arus utama di banyak industri. Mereka diperlakukan sama dari beberapa segi, hanya dari segi pengalaman kesehatan mereka berbeda dengan laki-laki. Dengan adanya perbedaan-perbedaan, wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang diperlukan.
B. Masalah Kesehatan pada Wanita Pekerja
Masalah yang umumnya banyak di alami pada wanita pekerja, antara lain :
1. Adanya gangguan haid
a) Amenorrhoea
Ø Bila amenore menjadi perhatian tidak akan menyebabkan masalah.
Ø Penyebab yang paling umum adalah kehamilan dan pada wanita yang lebih tua oleh karena menopause atau histerektomi.
Ø Gizi yang jelek atau berat badan kurang.
Ø Latihan yang berlebihan.
Ø Kondisi medis (hipotiroidism atau gangguan endokrine lain, TBC, anemia dari peneybabapapun yang serius, penyakit yang mengancam kehidupan).
Ø Ukuran kontrasepsi
b) Menorrhagia
Ø Menyebabkan kebingungan, ketidakhadiran 1-2 hari
Ø Dapat terjadi oleh karena adanya fibroid atau polip di uterus, penggunaan IUD, leukemi
c) Dysmenorrhoea
Ø Mayoritas wanita yang mengalami kegelisahan saat haid, namun hanya sedikit yang merasa sakit yang cukup mengganggu aktivitas normal dan menjadi pola ketidakhadiran setiap bulan. Hal ini perlu perhatian dari tenaga medis.
Ø Dapat digolongkan Primary dysmenorrhoeaoSecondary dysmenorrhoea
Ø Obat penghilang rasa sakit seringkali mempunyai efek mengantuk akan menyebabkan masalah pada wanita yang bekerja pada pekerjaan dengan kesiapsiagaan terhadap hazard yang ada.
d) Premenstrual syndrome
Adalah suatu kombinasi masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada sebagian kecil wanita pada 7-10 hari sebelum haid.
2. Adanya Gangguan Gizi
a) Kebutuhan zat gizi
Kekurangan zat-zat gizi dalam makanan akan berdampak terjadinya gangguan kesehatan dan penurunan produktivitas kerja, antara lain :
Ø Kurang intake protein akan mempengaruhi kalori yang kurang dan berakibat berkurangnya kapasitas kerja
Ø Defisiensi zat besi menyebabkan banyaknya kasus anemia
Ø Kekurangan vitamin A mungkin menyebabkan gangguan pada penglihatan yang mempengaruhi adaptasi dari terang ke gelap dan berakibat menimbulkan kecelakaan kerja
Ø Kekurangan yodium mengganggu metabolisme, menurunkan kemampuan dan kecepatan kerja
b) Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori tergantung dari aktivitas tubuh. Apabila kalori yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dari bahan makanan yang masuk tidak mencukupi, maka kalori akan dipenuhi dengan memecah sumber cadangan energi yang ada dalam tubuh sendiri.
C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Wanita Pekerja
1. Faktor lingkungan kerja
a) Tekanan panas
Pekerja yang bekerja di tempat dengan suhu yang tinggi, kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan yang hilang/ keringat perlu mendapat perhatian. Pada lingkungan yang panas dengan jenis pekerjaan berat sekurang-kurangnya 2,8 lt air minum, untuk kerja ringan 1,9 lt. Bagi pekerja di tempat dingin dibutuhkan makanan dan minuman hangat.
b) Bahan kimia
Bahan kimia dapat menyebabkan keracunan kronis dengan akibat penurunan berat badan. Beberapa zat kimia lain dapat mengganggu metabolisme tubuh. mengganggu selera makan dan berpengaruh terhadap pencernaan.Timah hitam dapat mempengaruhi pembentukan sel darah merah yang berakibat pekerja menjadi pucat dan kurus. Keracunan Berillium selalu disertai penurunan berat badan. Zat kimia yang bersifat asam akan merangsang lambung dan merusak selaput lendir.
2. Faktor biologi
Pekerja yang bekerja di pertambangan, perkebunan, peternakan berisiko terinfeksi cacing, bakteri pada saluran pencernaan dll.
3. Faktor psikologis
Stress kerja akibat ketidak serasian emosi, hubungan antar manusia dalam pekerjaan, hambatan psikologis sangat berpengaruh pada penurunan berat badan, intake makanan dan produktivitas kerja.
4. Gaya hidup dan kebiasaan
Wanita yang terlalu banyak bekerja, tetapi aktivitas olahraga kurang sering kali tidak memperhatikan gizi seimbang dan cenderung mengkonsumsi lemak tinggi , dapat menimbulkan kegemukan, hiperkolesterol, hipertensi, penyakit jantung dll. 9.Pekerja wanita yang hamil akibat terpapar zat radiasi, obat-obatan seperti obat anestesi dan bahan kimia tertentu dapat menyebabkan kelainan janin.
D. Kiat - Kiat Agar Wanita Tetep Sehat Saat Bekerja
Ada beberapa kiat –kiat agar wanita tetap sehat saat bekerja, antara lain sebagai berikut :
1. Jangan lupa makan pagi sebelum bekerja an makanan kecil atau buah di antara waktu istirahat.
2. Jangan terlambat makan siang / makan malam.
3. Makanlah makanan yang bergizi tinggi dan seimbang.
4. Sikap dan posisi tubuh dalam bekerja hars di perhatikan.
5. Jagalah kesehatan pribadi dan lingkungan kerja.
6. Pakailah alat pelindung.
7. Apabila tidak enak badan saat bekerja, hubungi segera klinik /dokter.
8. Upayakan untuk istirahat sejenak saat bekerja.
9. Usahakan suasana damai dan tentram di tempat kerja.
10. Hindari hal –hal yang dapat mengundang terjadinya tindak kekekrasan terhadap gangguan.
11. Lakukan olahraga ringan agar tubuh tetap bugar.
12. Gunakan cuti sakit, cuti hamil, hak menyusui dan hak lain.
E. Keuntungan Wanita Bekerja Ada beberapa manfaat ataupun keuntungan wanita yang bekerja, antara lain sebagai berikut: 1. Mendukung ekonomi rumah tangga. Dengan bekerja nya sang ibu, berarti sumber pemasukan keluarga tidak hanya satu, melainkan dua. Dengan demikian, pasangan tersebut dapat mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik untuk keluarga, seperti dalam hal : gizi, pendidikan, tempat tinggal, sandang, liburan dan hiburan, serta fasilitas kesehatan. |
2. Meningkatnya harga diri dan pemantapan identitas.
Bekerja, memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya sendiri, dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya; dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.
3. Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga
Wanita yang bekerja, cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi, sehingga cenderung mempunyai pola pikir yang lebih terbuka, lebih energik, mempunyai wawasan yang luas dan lebih dinamis. Dengan demikian, keberadaan istri bisa menjadi partner bagi suami, untuk menjadi teman bertukar pikiran, serta saling membagi harapan, pandangan dan tanggung jawab.
4. Pemenuhan kebutuhan sosial
Setiap manusia, termasuk para ibu, mempunyai kebutuhan untuk menjalin relasi sosial dengan orang lain. Dengan bekerja, seorang wanita juga dapat memenuhi kebutuhan akan “kebersamaan” dan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas. Bagaimana pun juga, sosialisasi penting bagi setiap orang untuk mempunyai wawasan dan cara berpikir yang luas, untuk meningkatkan kemampuan empati dan kepekaan sosial – dan yang terpenting, untuk dapat menjadi tempat pengalihan energi secara positif, dari berbagai masalah yang menimbulkan tekanan/stress, entah masalah yang sedang dialami dengan suami, anak-anak maupun dalam pekerjaan. Dengan sejenak bertemu dengan rekan-rekan, mereka dapat saling sharing, berbagi perasaan, pandangan dan solusi.
5. Peningkatan skill dan kompetensi.
Dengan bekerja, maka seorang wanita harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan, baik tuntutan tanggung jawab maupun tuntutan skill dan kompetensi. Untuk itu, seorang wanita dituntut untuk secara kreatif menemukan segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya. Peningkatan skill dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan “nilai lebih” pada dirinya sebagai seorang karyawan, selain rasa percaya diri yang mantap.
Beberapa Hasil Penelitian di bawah ini akan diungkapkan beberapa hasil penelitian menyangkut situasi-situasi keluarga yang keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja:
a. Kepuasan Hidup
Studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976) menunjukkan, bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.
b. Kebahagiaan Perkawinan
Hasil penelitian Freudiger, P. (1983), yang dimuat dalam Journal of Marriage and the Family, 45, 213 – 219 – tentang ukuran kebahagiaan hidup wanita yang sudah menikah, ditinjau dari 3 kategori : wanita bekerja, wanita pernah bekerja dan wanita yang belum pernah bekerja, menunjukkan bahwa bagi para istri dan ibu bekerja, kebahagiaan perkawinan adalah tetap menjadi hal yang utama, dibandingkan dengan kepuasan kerja.
Studi lain masih menyangkut kebahagiaan kehidupan para ibu bekerja, yang dilakukan oleh Walters dan McKenry (1985) menunjukkan, bahwa mereka cenderung merasa bahagia selama para ibu bekerja tersebut dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis. Jadi, adanya konflik peran yang dialami oleh ibu bekerja, akan menghambat kepuasan dalam hidupnya. Perasaan bersalah (meninggalkan perannya sementara waktu sebagai ibu rumah tangga) yang tersimpan, membuat sang ibu tersebut tidak dapat menikmati peran-nya dalam dunia kerja.
c. Dukungan Suami
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Jones (1980) terungkap bahwa sikap suami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dual-career marriage. Suami yang merasa terancam, tersaingi dan cemburu dengan status “bekerja” istrinya, tidak bisa bersikap toleran terhadap keberadaan istri yang bekerja. Ada pula suami yang tidak menganggap pekerjaan istri menjadi masalah, selama istrinya tetap dapat memenuhi dan melayani kebutuhan suami.
Namun ada pula suami yang justru mendukung karir istrinya, dan ikut bekerja sama dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dalam kondisi yang terakhir ini, pada umumnya sang istri akan lebih dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup, keluarga dan karirnya.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Scanzoni (1980) diungkapkan bahwa perkawinan dual-career dikatakan berhasil jika di antara kedua belah pihak (suami dan istri) saling memperlakukan pasangannya sebagai partner yang setara. Pada umumnya, mereka tidak hanya akan berbagi dalam hal income, namun tidak segan-segan berbagi dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak.
F. Kelemahan Wanita dalam Bekerja
Di era reformasi dan kebebasan demokrasi, wanita yang sukses berkarir sama sekali bukan hal aneh lagi. Bahkan belakangan ini semakin banyak wanita yang menopang ekonomi keluarga di samping suaminya. Nggak heran kalau saat ini wanita umumnya merasa sudah menjadi partner sejajar dengan pria.
Tetapi sesukses apapun wanita, tetap tidak akan pernah bisa menyamakan pria. Karena wanita memang bukanlah pria. Di jaman yang sarat dengan globalisasi ini wanita tetap dianggap sebagai mahluk yang memiliki beberapa kelemahan dibanding pria. Coba simak kelemahan umum wanita yang membedakan dengan pria dalam bekerja di bawah ini:
1. Kurang bersaing
Menurut pakar psikologi, semangat persaingan pada diri wanita itu lebih rendah dari pria. Karena sejak masa kanak-kanak, wanita sudah ditekankan untuk tidak melakukan konfrontasi. Sehingga sampai masa dewasa, wanita selalu menghindari konfrontasi. Padahal sesekali konfrontasi itu perlu untuk menghadapi tingkat kompetisi yang tinggi dalam dunia kerja.
2. Kurang berani mengambil resiko
Selama ini wanita cenderung melakukan tugas-tugas secara aman dan average. Wanita juga menghindari ekspansi dan spekulasi untuk menghindari resiko yang belum pasti. Wanita yang masuk dalam kategori ini merupakan karyawan yang rata-rata. Dalam arti bukan termasuk karyawan yang menonjol. Sehingga jenjang promosi dan jabatan bagi wanita ini berjalan sangat lambat.
3. Kurang agresif
Sifat umum wanita adalah kurang agresif dalam bekerja. Begitu juga dalam mengungkapkan ide dan pendapat. Banyak wanita yang menerima ide dan pendapat orang lain begitu saja, tanpa memperjuangkan pendapatnya pribadi. Karena khawatir akan terjadi konflik. Hal ini juga dipicu oleh kekhawatiran menghadapi seteru dari pihak pria. Biar lebih aman, wanita memilih bekerja sesuai standar tanpa perlu berusaha lebih keras.
4. Lebih berorientasi pada tugas ketimbang tujuan
Banyak wanita yang terkungkung dalam rutinitas kerja secara detail. Dalam hal ini wanita memang lebih rinci dan teliti dibanding pria. Tapi mereka lupa memikirkan sasaran atau tujuan, mereka lebih memikirkan bagaimana menyelesaikan tugas setiap harinya. Akibatnya wanita-wanita yang seperti ini menjadi tidak kreatif dibanding pria yang selalu berorientasi pada tujuan.
5. Konflik perasaan antara karir dan rumah tangga
Hal ini adalah fenomena paling umum yang menjadi dilema bagi wanita. Selama ini banyak wanita yang konsentrasinya terpecah antara karir dan rumah tangga. Di sisi lain ia sangat ingin berkarir sepenuhnya. Tapi di sisi lain wanita juga ingin sekali menjadi ibu rumah tangga sejati. Karena, meski banyak yang ‘mengkalim’ dirinya bisa membagi waktu dengan baik antara karir dan rumah tangga, sebetulnya kesuksesan antara karir dan rumah tangga adalah dua hal yang sangat berbeda. Peran ganda antara wanita karir dan ibu rumah tangga sering menimbulkan konflik dan ketegangan jiwa pada dirinya sendiri. Sehingga seringkali wanita harus memilih antara karir atau rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar