Senin, 02 Mei 2011

Atonia Uteri


Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.
Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari semua kejadian postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang beresiko terjadinya atonia uteri.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
2. Penyebab Atonia Uteri
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi (penunjang ) seperti :
a.    Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
b.   Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c.    Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d.   Malnutrisi.
e.    Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
f.    Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr
g.   Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
h.   Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
i.     Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual
j.     Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
k.   IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
l.     Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

Selain factor – factor di atas, factor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri adalah :

a. Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
a. kehamilan ganda
b. poli hidramnion
c. makrosomia janin (janin besar)
d. Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
b. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
c. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
d. Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
e. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
f. Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
g. Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
h. Persalinan yang cepat
Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

i.     Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

j.     Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.

k.      Induksi atau augmentasi persalinan
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.

l.        Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi

3. Gejala Klinis Atoni Uteri
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
a.      Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.

b.      Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

c.       Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal

d.      Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

4.      Pencegahan Atonia Uteri
Langkah-langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara aktif, yaitu :
·         Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
·         Menyuntikkan Oksitosin secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah
Selain itu juga harus melakukan :
a.      Peregangan tali pusat terkendali
  • Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat
  • Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva
  • Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso – cranial
b.   Mengeluarkan plasenta
  • Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk menahan sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
  • Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva
  • Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit
  • Suntikkan ulang 10 IU oksitoksin i.m
  • Periksa kandung kemih, lakukan pengosongan dengan kateterisasi bila penuh
  • Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan manual plasenta
c.          Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penanganan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban Massase Uterus
  • Segera setelah plasenta lahir, melakukan massage pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
d.      Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
  • Kelengkapan plasenta dan ketuban
  • Kontraksi uterusperlukaan jalan lahir

E. Penanganan Atonia Uteri
1. Penanganan Umum
  • Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
  • Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
  • Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat. 
  • Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
  • Pastikan bahwa kontraksi uterus baik: 
  • lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM 
  • Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
  • Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
  • Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar Hemoglobin:
  • Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
  • Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
2. Penanganan Khusus
  • Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
  • Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
  • Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
  • Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
  • Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Jika perdarahan terus berlangsung: Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan: Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
  • Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
  • Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
  • Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika. 
  • Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.
Uterotonika :

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi. Kompresi Uterus Bimanual.
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik :
  • Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan,
  • Eksplorasi dengan tangan kiri 
  • Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas. 
  • Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar